Lelah hati terpancar dari enggannya beraktivitas, walau kesenangan tulis sekalipun. Sesekali terisak disela selingkuh pikirannya yang terpatri ingin bertegar atas apapun yang teralami ketika terbayang sedu-sedannya semalam. Tak terduga teralami saat keimanannya terhinakan oleh sesepuh yang di hormatinya. Mengapa peralihan keyakinannya akhir-akhir ini disesali sesepuhnya, mendera bathinnya yang senantiasa bersendiri dalam suka duka berbilang tahun. Sementara telah diterimanya seolah ‘hukuman atau cobaan’ selama meniti perjalanan-terakhir-spiritualnya dalam gelombang getir.
Terpinjam istilah hukuman, meski dapatkan pertentangan dari komunitas-peralihan-terakhirnya. Mereka mungkin tak peroleh berkah tuk alami duka seperti yang teralaminya. Akan sebatas helai rambut bila sandingkan pilihan kata hukuman dan cobaan. Hukuman karena tinggalkan keyakinan terdahulu. Fakta menyakitkan bagi komunitas terdahulu, terutama sesepuhnya. Sedang cobaan adalah ujian pertebal keyakinan peralihannya.
Sejujurnya tak hendak permasalahkan apapun. Tak da sesal sanubarinya meski sejarah peralihan keyakinannya torehkan luka dalam karena tak berimbang atas semua bentuk pengorbanan meski atas nama cinta – kasih sayang – penyelamatan jiwa dari ke-putus-asa-an.
Penyelamatan jiwa? Ya! Dan inilah tombak alasan peralihan keyakinannya. Dia tak hendak toreh luka lama yang hendak dibenamnya dalam-dalam. Hingga terjadi semalam bagai bom-waktu-berkarat-dialam-bawah-sadar, meledak disaat tak lagi mampu berdiam diri atas fakta-tanpa-pilihan-yang-tak-pernah-terbayang-teralami sejak mampu berpikir ‘dewasa’. Dia tak hendak lukai sesepuhnya atas duka lama yang teralami sepanjang masa tumbuh kembangnya bersama sesepuhnya yang tak menyadari apa yang terjadi.
Semua cerita masa lalu tersimpan rapat. Semalam dia tak mampu bendung luapan emosi. Dia tak hendak bertutur kasar, karena sangat takzim pada sesepuh kesayangannya. Tak sanggup lagi menahan beban yang terpikul karena kelalaian sesepuhnya, dan ketika terhinakan keyakinannya, dia luapkan sebungkah legam realita.
Dikemudiannya ketika bersendiri lagi, dia terisak dalam sesal, bermohon ampun pada ILAHI, pada sesepuhnya, meski terlipur karena mampu ungkap luka bathin.
Tak terbayang olehnya setelah lalui malam, kemudian terasakan hampa di jiwa. Kini terulang lagi tanpa daya menghindar, adalah proses rumit dalam jiwa termunculkan seolah lepas kendali. Meski senantiasa merangkak mengais serpihan asa yang pernah terbunuh sebelas tahun lampau. Betapa labil kini jiwa rentannya, meski kedekatan akan Allahnya tak pernah meragukannya seincipun.
Labil jiwa adalah ekses bentukan tumbuh kembang kehidupan sejak balita, bahkan mungkin sejak dalam kandungan hingga masa transisi. Bila tak tersembuhkan akan cacat hingga usia berakhir. Betapa putus asa sering menghantui tanpa diingin. Bukan hal ‘biasa’ membentuk jiwa kehidupan seorang anak dengan kekerasan, ketakutan dan semua bentuk tak lazim yang tak diingin. Mohon para pesimak agar tak sandingkan luka jiwa dan trauma-yang-akan-tersandang-hingga-tak-berbilang-usia dengan masalah keimanan. Keimanan adalah hak mutlak Allah menilai. Meski jiwa rapuh, bukan berarti rapuh iman. Meski keimanannya peralihan, bukan berarti lebih tipis kadar kedekatan – kepatuhan pada ILAHI.
Tiba-tiba didengarnya suara ‘seseorang’ mematikan stove sementara dia sendirian. Satu jam kemudian ketika akan berbuka (puasa), terlihat olehnya api telah padam, masakan telah hangat. Terima kasih ‘anda’ telah melakukannya, apapun ujud anda. Bila tidak, maka lauk ini akan gosong!
dinda’kk. 23 02 09 – 23:32pm
Note:
Apa yang terlakukan sesepuhnya, di-maklum-nya. Meski terjebak dalam histeris. Bagaimanapun juga hati manusia-setinggi-apapun-kadar-imannya, ada suatu masa tak mampu membendung kecewa sekian waktu dari alam bawah sadarnya. dinda’kk. 27 02 2009 – 04:04am
Sungguh aku agak kebingungan mbak memahami kata demi katanya mbak. mungkin ini terposting dengan perasaan mendalam yah, 😀
subhanallah… luar biasa, bu. ada sebuah energi yang semburat dalam kesedihan mendalam, kepasrahan hati, yang mungkin sedan, tapi sedu kan berbalas selaksa cinta dariNya, Yang Agung dan sungguh agung. 😉
nice posting 😀
sebenarnya…pindah keyakinan tak mesti membuat orang merasa marah ataupun bagaimana…pilihan agama adalah pilihan hati yang tak bisa dipaksakan.
bukankah kita semua percaya, semua agama adalah mengajarkan baik dan benar…knapa pindah agama kok dipermasalahkan.
semoga perbedaan agama…bisa seperti indahnya pelangi…bukan meretakan tali silaturami.
semoga diagama yang baru, hati anda bisa menemukan kedamaian dan kebahagian dan semoga sesepuh bisa mengerti:)
Sungguh panjang dan berliku perjalanan spiritual anda mbak..mudah-mudahan tetap kukuh mempertahankan pilihan dan keyakinannya..amien…allohumma amiennn…
Saya tidak bisa membayangkan hal seperti itu, pasti sangat berat. Semoga Kedekatannya dengan Allah akan membuatnya semakin tegar dan mengurangi keraguannya selama ini. Hormat kepada sesepuh adalah keharusan, akan tetapi disisi lain teguh pada keimanan juga mutlak. Semoga perbedaan keimanan tidak meretakkan silaturahmi dan rasa hormat serta kasih sayang, karena dimikianlah contoh yang diberikan oleh kajeng Nabi. Thanks
Terima kasih atas artikelnya….
Salam kenal juga…. 🙂