Archive for February, 2009

27
Feb
09

suara tangis dari balik dinding

allah-by-dindakk

Sedang duduk di kloset, sayup-sayup terdengar suara tangis lebih dari 1menit, kemudian menghilang. Tak jelas terhalang gemericik air mengalir dari kran. Di-benak-ku seperti yang selama ini terlakukan, apapun bentuk kemunculannya… “Ada apa ya Allah?” Selanjutnya terlupakan setelah mengucap doa.

Seketika ingin bertutur. Masih tentang suara diantara sekian kejadian yang teralami sejak kecil. (more)
Saat itu kekamar mandi tuk buang air kecil. Sayup-sayup terdengar tangis perempuan dewasa, makin lama makin jelas suaranya seolah dibelakangku. Jujur sempat bingung, siapa yang menangis di tengah malam buta? Ketika menuju kamar mandi, kulihat semua teman tertidur pulas di-dipan masing-masing, kelelahan setelah tunaikan ibadah Haji. Dinding kamar mandi ini adalah batas terakhir gedung penginapan yang berada di lantai kesekian. Dibawahnya terbentang jalan raya.
Lebih dari sepuluh menit tangis pilu terdengar sangat jelas. Lampu neon yang terang benderang tak membuat ku ‘takut’. Merinding sih tetep! Pun pula ini Tanah Suci Makkah.

Pagi hari ku-tanya-kan teman-teman, adakah mendengar sesuatu selama berada disini. Mereka tak dengar apapun. Dikemudiannya ribut bertutur … konon ada yang melompat dari jendela di kamar ini!? Sikap diamku sekedar mendengar celoteh seru mereka tanpa menambah heboh suasana. Aku sempat diperingatkan karena selalu berjalan sendiri menuju Rumah Allah yang letaknya cukup jauh dari penginapan. Karena ingin khusyu, aku pergi sendiri setiap sholat lima waktu ke Masjidil Haram, tanpa perlu merasa terusik oleh percakapan yang tak ku-kehendaki selama ibadah. Jauh-jauh datang ke Tanah Suci untuk beribadah ‘bertemu’ Allah, sedangkan percakapan ke duniawian antar sesama manusia selayaknya diluar rumah Allah.

Banyak kejadian tak masuk akal teralami, bagiku menjadi pelengkap perjalanan spiritual …
Setelah ditegur, ku tak lagi gegabah jalan sendiri. Ada benarnya, mengingat beberapa kali kudapatkan potongan harga ketika membeli apapun bersama teman-teman disertai ucapan pedagang yang tak segan mengomentari wajah Indonesiaku bagus (‘lom tau azah, kalo lagi suntuk). Hingga membuat jengkel karibku. Sudahlah merayu, ga‘ dapat potongan pula. Abiz pake ngrayu sih. “Allow ceuceu, kangen nEh!”

Rupanya kejadian ini tak membuatku jera, tepatnya lupa.
Hari pertama kembali-nya ku ke Tanah Suci, kali ini tuk Umroh, ku tetapkan ingin ber’diam’ di mesjid. Kebetulan penginapan tepat di depan Masjidil Haram. Diam-diam menyelinap keluar dari kelompok dan mencari tempat tersembunyi tepat di depan Ka’bah. Kulepas semua beban bathin. Allah, kini kusendiri datang ke rumah suci ini, pendampingku tinggalkan ku demi perempuan lain. Ku telah bunuh raga ini … dan mulai-lah bercerita dengan Allah-ku, bermohon ampunan dan taubat. Mohon dikaruniakan semangat hidup. Deras airmata mengalir tak henti. Tubuh terguncang isak tertahan, mata sembab, tak terasakan penat sedikitpun meski baru terlakukan perjalanan jauh, kuingin tidur dan mati disini…
Ntah berapa lama bersimpuh, mesjid telah sepi, aku sendirian di baris bangsal besar ini. Tiba-tiba seseorang memanggil namaku. Rupanya pembimbing. Kami terlibat perbincangan, aku bersikukuh ingin tidur di mesjid. Dengan sabar dia menegurku, “kami cari ibu kemana-mana karena khawatir. Adalah tugas dan tanggung jawab kami selaku panitia…” Akhirnya ku harus patuh, meski ini rumah Allah, meski ku yakin Allah senantiasa bersama-ku. Jam menunjuk diatas angka 02am waktu Makkah. dinda27. *27 02 09 – 06:06am*

23
Feb
09

berbagi trauma tuk disimak

tears-by-dindakk

Lelah hati terpancar dari enggannya beraktivitas, walau kesenangan tulis sekalipun. Sesekali terisak disela selingkuh pikirannya yang terpatri ingin bertegar atas apapun yang teralami ketika terbayang sedu-sedannya semalam. Tak terduga teralami saat keimanannya terhinakan oleh sesepuh yang di hormatinya. Mengapa peralihan keyakinannya akhir-akhir ini disesali sesepuhnya, mendera bathinnya yang senantiasa bersendiri dalam suka duka berbilang tahun. Sementara telah diterimanya seolah ‘hukuman atau cobaan’ selama meniti perjalanan-terakhir-spiritualnya dalam gelombang getir.
Terpinjam istilah hukuman, meski dapatkan pertentangan dari komunitas-peralihan-terakhirnya. Mereka mungkin tak peroleh berkah tuk alami duka seperti yang teralaminya. Akan sebatas helai rambut bila sandingkan pilihan kata hukuman dan cobaan. Hukuman karena tinggalkan keyakinan terdahulu. Fakta menyakitkan bagi komunitas terdahulu, terutama sesepuhnya. Sedang cobaan adalah ujian pertebal keyakinan peralihannya.
Sejujurnya tak hendak permasalahkan apapun. Tak da sesal sanubarinya meski sejarah peralihan keyakinannya torehkan luka dalam karena tak berimbang atas semua bentuk pengorbanan meski atas nama cinta – kasih sayang – penyelamatan jiwa dari ke-putus-asa-an.
Penyelamatan jiwa? Ya! Dan inilah tombak alasan peralihan keyakinannya. Dia tak hendak toreh luka lama yang hendak dibenamnya dalam-dalam. Hingga terjadi semalam bagai bom-waktu-berkarat-dialam-bawah-sadar, meledak disaat tak lagi mampu berdiam diri atas fakta-tanpa-pilihan-yang-tak-pernah-terbayang-teralami sejak mampu berpikir ‘dewasa’. Dia tak hendak lukai sesepuhnya atas duka lama yang teralami sepanjang masa tumbuh kembangnya bersama sesepuhnya yang tak menyadari apa yang terjadi.
Semua cerita masa lalu tersimpan rapat. Semalam dia tak mampu bendung luapan emosi. Dia tak hendak bertutur kasar, karena sangat takzim pada sesepuh kesayangannya. Tak sanggup lagi menahan beban yang terpikul karena kelalaian sesepuhnya, dan ketika terhinakan keyakinannya, dia luapkan sebungkah legam realita.
Dikemudiannya ketika bersendiri lagi, dia terisak dalam sesal, bermohon ampun pada ILAHI, pada sesepuhnya, meski terlipur karena mampu ungkap luka bathin.

Tak terbayang olehnya setelah lalui malam, kemudian terasakan hampa di jiwa. Kini terulang lagi tanpa daya menghindar, adalah proses rumit dalam jiwa termunculkan seolah lepas kendali. Meski senantiasa merangkak mengais serpihan asa yang pernah terbunuh sebelas tahun lampau.  Betapa labil kini jiwa rentannya, meski kedekatan akan Allahnya tak pernah meragukannya seincipun.
Labil jiwa adalah ekses bentukan tumbuh kembang kehidupan sejak balita, bahkan mungkin sejak dalam kandungan hingga masa transisi. Bila tak tersembuhkan akan cacat hingga usia berakhir. Betapa putus asa sering menghantui tanpa diingin. Bukan hal ‘biasa’ membentuk jiwa kehidupan seorang anak dengan kekerasan, ketakutan dan semua bentuk tak lazim yang tak diingin. Mohon para pesimak agar tak sandingkan luka jiwa dan trauma-yang-akan-tersandang-hingga-tak-berbilang-usia dengan masalah keimanan. Keimanan adalah hak mutlak Allah menilai. Meski jiwa rapuh, bukan berarti rapuh iman. Meski keimanannya peralihan, bukan berarti lebih tipis kadar kedekatan – kepatuhan pada ILAHI.

Tiba-tiba didengarnya suara ‘seseorang’ mematikan stove sementara dia sendirian. Satu jam kemudian ketika akan berbuka (puasa), terlihat olehnya api telah padam, masakan telah hangat. Terima kasih ‘anda’ telah melakukannya, apapun ujud anda. Bila tidak, maka lauk ini akan gosong!
dinda’kk. 23 02 09 – 23:32pm

Note:
Apa yang terlakukan sesepuhnya, di-maklum-nya. Meski terjebak dalam histeris. Bagaimanapun juga hati manusia-setinggi-apapun-kadar-imannya, ada suatu masa tak mampu membendung kecewa sekian waktu dari alam bawah sadarnya. dinda’kk. 27 02 2009 – 04:04am

22
Feb
09

persembahan bunda tuk Sulung-nya

belahan-jiwa-ku-by-dindakk1

si Sulung telphon saat bunda-nya terlelap. Kasihan kamu nak, tidur-nyenyak seolah di-nanti disetiap lelahmu kini. Konsekwensi lanjutkan pendidikan ke jenjang spesialis anak. Entah-lah bila waktu itu memilih ke spesialis bedah, sementara kesempatan berkompetisi lebih ‘mudah’. Selain pendaftar sedikit, dengan 2x cumlade serta support para Guru-Besar memungkinkan terlampoi persyaratannya. Walau demikian ‘peng-abai-an’ kesempatan ke spesialist bedah, beralasan. Ingin miliki ‘cukup’ waktu tuk anak kelak, bercermin kegagalan rumah tangga orang tuanya.

Sesuai jadwal, kini waktu rehat. Nyata-nya tak demikian. Terikat komitmen masa pendidikkan. Sekedar langkah awal semester pertama. Bersegera tiba tatkala berdering nada dari Rumah Sakit. Tak ber-izin walau keluarga sakit.
Ungkapnya sendu: “Maaf bunda, telphonya gadiangkat. Ada ketentuan gadiiizinkan ngangkat telphon, ngirim khabar slagi tugas“. Memang benar, waktu telah jadi kendala. Lanjutnya: “Ini aja baru pulang dari RS. Padahal baru tidur sbentar abis ngerjain tugas sampe jam satu pagi. Eh pagi-pagi dah ditelphon. Malam ini baru beres. Makanya di-sempetin telphon bunda“. “Ya udah nak, yang penting jaga kesehatan, perhatikan makan. Usahakan cukup asupan gizi“, bunda-nya mengingatkan.

Percakapan beralih ke masalah financial. “Dana yang bunda siapkan cukup nak?”, tanya sang bunda dengan nada di-datarkan. Tersendat sulung menjawab: “Mohon maaf bunda, ternyata perkiraan meleset“. Sempat terkejut, dicobanya tenang agar putranya tak patah semangat, ditekannya rasa ke-tak-berdayaan seorang perempuan berstatus single mum saat mendengar penyesalan diri buah hati-nya. “Minta maaf bunda, kalo tau gini galanjutin spesialis“. “Udah nak, kita gausah lihat keblakang. Apapun akan bunda lakukan“, diredamnya suasana.

Dia merasa gamang sesaat seusai berbincang. Dikuatkan hatinya agar tak larut. Masih segar dalam ingatan, ketika si bungsu berniat lanjutkan S1 ke Jepang. Ada cibir, protes keras keluarga besar (olala bisa-nya cuma protes mulu) dan teman-temannya, bahkan mantannya meragukan kemampuannya. Mantan-nya perlihatkan ke-tak perduliannya. “Itu tanggung jawabmu, skarang XX (disebutnya namanya) harus mikirkan diri sendiri“. Miris hati mendengar celoteh ngawur mantannya. Hatinya berujar: “bukankah sekian lamanya XX hanya pikirkan dirinya, tak perduli dengan kami bertiga?!” Di helanya nafas panjang atas keserakahan mantan memonopoli hak mantan istri dan ke dua anaknya demi perempuan lain. Sang mantan berlindung dibalik fitnah nya sendiri. Akh sudahlah, nikmatilah sekehendakmu, Allah Maha Tahu”.

Tinggallah ibu dan anak saling memberi semangat. Dijualnya salah satu tempat usaha demi si bungsu. Bagaimanapun juga biaya hidup dan biaya pendidikan di Jepang terbilang tinggi.
Allah Maha Besar si-bungsu mampu usaikan study tepat waktu. Teringat olehnya, di-tahun kedua si bungsu rela bekerja apa saja demi mengurangi beban bundanya. Bekerja sebagai tukang cuci piring di salah satu restaurant terkenal, mengamen di suatu tempat bersama group bandnya. Bahkan si bungsu sempat peroleh tawaran kerja sama dari salah satu band terkemuka negara Adikuasa ketika study-nya berakhir. Sejak itu biaya hidup ter-cover dari hasil kerja paruh waktunya, kecuali sejumlah besar biaya selainnya masih tetap menjadi tanggung jawab bundanya. Selain itu bundanya wajib menutupi 35% biaya pendidikan. Kebetulan si bungsu peroleh beasiswa 65% tuk pendidikan.

Allah menunjukkan kasih sayangNYA. Bungsu membuktikan janji hatinya. Lalu mengapa harus galau? Allah senantiasa bersamanya. Perempuan bersahaja ini senantiasa terdiam mengatasi semua kesulitan hidupnya. Sekaligus berbesar hati selama 11tahun sebagai single mum, mampu buktikan kemandiriannya tuk hidup bersama ke dua putranya serta beberapa anak asuhnya. Kini dalam kesendirian, hidupnya terpatri tuk akhirat dan kedua putranya. Diteguhkan hatinya tanpa ragu: Ya Allah kuberserah diri, mudahkan sulungku usaikan pendidikannya, berikan kami rezeki halal, lindungi ke dua putraku dunia akhirat, limpahkan kesehatan lahir bathin. Amin. *dinda’kk*




Thanks to: Wordpress

by-dinda27
Wordpress
Add to Technorati Favorites
dinda'kk2009.
February 2009
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
232425262728  

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 8 other subscribers

Categories

Archives

Blog Stats

  • 40,130 hits
free counters 140209
PageRank Checking Icon 110609

Top Clicks

  • None